Speednews manado.com, Rapat paripurna DPR, pada Selasa, (23/06), mengesahkan Peraturan DPR tentang tata cara pengusulan pembangunan daerah pemilihan (UP2DP) atau dana aspirasi.
Interupsi dan kritik dari fraksi PDI Perjuangan, Nasdem, dan Hanura mewarnai rapat tersebut. Salah satu yang keberatan ialah Agun Gunanjar, anggota DPR dari fraksi Golkar.
Menurutnya, dana aspirasi kepada setiap anggota DPR sebesar Rp20 miliar per tahun akan menciptakan ketidakadilan. Dia merujuk fakta bahwa salah satu provinsi, seperti Jawa Barat, diwakili 91 orang dalam DPR. Adapun provinsi seperti Maluku Utara diwakili tiga orang.
“Pengucuran dana aspirasi menggunakan APBN atas dasar daerah pemilihan sudah nggak benar. Akan terjadi ketidakadilan,” ujar Agun.
Dia juga menilai dana aspirasi itu berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang melalui penyaluran dana atau proyek ke konstituen. “Orang yang punya ‘buah-buah’ dan ‘gula-gula’ akan semakin dipilih. Akhirnya ini menjadi sarana pencitraan anggota DPR yang lama untuk terpilih kembali,” katanya.
Ketika ditanya apakah dia akan mengambil bagian jika nanti dana aspirasi mengucur, Agun mengucap lantang. “Tidak akan saya terima! Formulirnya saja tidak akan saya isi!”
Peran KPK
Kekhawatiran mengenai dana aspirasi yang menimbulkan ketimpangan antar daerah dan maraknya praktik jual beli kursi ditanggapi Taufik Kurniawan, wakil ketua DPR sekaligus Ketua tim Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan. Menurutnya, untuk membuat dana aspirasi lebih akuntabel, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Setiap usulan program nanti tidak menutup kemungkinan akan ditembuskan ke BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan KPK. Ini agar memenuhi transparansi dan akuntabilitas publik,” kata Taufik.
Dia juga berharap KPK dan BPK akan memberikan rambu-rambu pada dana aspirasi sehingga anggota DPR tidak melanggarnya.
Dasar hukum pelaksanaan dana aspirasi hingga kini belum jelas. Namun, sejumlah anggota DPR menyatakan dana itu ialah perwujudan pasal 80 huruf J Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang berbunyi anggota DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan.
Akan tetapi, Ketua KPK Johan Budi mengatakan pihaknya tidak pada posisi untuk mendukung dana aspirasi. Sebab, menurutnya, program dana aspirasi tidak pernah melalui kajian mendalam.
“Kalau potensi penyalahgunaan dana aspirasi itu besar, sebaiknya jangan,” kata Johan kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan.
Dasar hukum pelaksanaan dana aspirasi hingga kini belum jelas.
Namun, sejumlah anggota DPR menyatakan dana itu ialah perwujudan pasal 80 huruf J Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang berbunyi anggota DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan