MANADO – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) menaruh perhatian serius terhadap potensi pelanggaran terkait Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Ketentuan ini mengatur larangan bagi kepala daerah yang sedang menjabat untuk melakukan pergantian pejabat dalam jangka waktu enam bulan sebelum penetapan pasangan calon tanpa izin tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
Donny Rumagit, Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Sulut, menyatakan bahwa terdapat lima kabupaten/kota dan satu kasus di tingkat provinsi yang terindikasi melanggar ketentuan Pasal 71.
Menurut Rumagit, permasalahan sering kali muncul ketika pergantian pejabat telah dilakukan, kemudian izin dari Kementerian Dalam Negeri baru diajukan.
“Apakah ini termasuk pelanggaran Pasal 71 atau tidak, menjadi pertanyaan yang perlu dijawab,” ujar Rumagit, Selasa (10/09/24).
Lebih lanjut, Ia memperingatkan bahwa calon petahana yang terbukti melanggar Pasal 71 bisa dikenakan sanksi berat, yakni pembatalan pencalonan.
Ketua Bawaslu Sulut, Ardiles Mewoh, juga menegaskan bahwa Pasal 71 telah diberlakukan sejak pilkada sebelumnya, namun potensi pelanggaran masih ditemukan di pilkada saat ini.
“Pasal 71 bertujuan untuk menjamin pelaksanaan Pilkada yang jujur dan adil. Jika terbukti ada pelanggaran, kami akan memprosesnya sesuai hukum,” tegas Ardiles.
Selain itu, terdapat ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 180 ayat 2 Undang-Undang Pilkada. Pasal ini menyebutkan bahwa setiap orang yang, karena jabatannya, meloloskan calon atau pasangan calon yang tidak memenuhi syarat, dapat dipidana dengan hukuman penjara.
Dengan demikian, Bawaslu Sulut berkomitmen untuk terus mengawasi dan menindak tegas segala bentuk pelanggaran, guna memastikan Pilkada berlangsung secara demokratis dan transparan. (*)