
TOMOHON – Setelah Viral di dunia maya beberapa waktu lalu, kehidupan Keluarga pasangan suami istri Johanis Pungus – Selvie Tampilang menjadi sorotan warga. Betapa tidak, Komunitas yang menamakan diri sebagai grup Sosialady yang berisikan para perempuan muda, memposting cerita memiriskan keluarga ini d saat mereka membawa bantuan ke rumah Johanis di lingkungan 10, Kelurahan Kakaskasen Satu, Tomohon Utara beberapa waktu lalu.
Diceritakan Ketua Komunitas ini, sehari-hari Johanis hanya memberi makan rebung untuk istri dan kedua anaknya. Laki-laki paruh baya yang lebih dikenal dengan panggilan Punten ini pun ditampilkan dalam postingan itu sedang mengolah rebung untuk dimasak. Namun gambaran kehidupan keluarga ini tak seperti yang diceritakan Komunitas Sosialady tersebut.
Wakil Wali Kota Tomohon saat diwawancarai sejumlah media terkait hal itu saat mengunjungi keluarga tersebut, Senin (25/9/17) menampik apa yang sudah beredar di dunia maya yang mengatakan bahwa keluarga ini tidak mendapat perhatian dari pemerintah.
“Itu salah besar , apa yang beredar di dunia maya terkait keluarga tersebut, karena seperti yang sudah dijelaskan kadis Sosial yang mana keluarga ini tiap bulan menerima beras sejahtera, KIS, PKH,ATM dan BPJS dan buktinya hari ini juga kami datang karena peduli pada keluarga ini,” ujar SAS.
Julin Paat warga Kakaskasen I saat ditemui wartawan menjelaskan bahwa dirinya sudah lama bertetangga dengan keluarga ini. Mereka ini bukan tidak diperhatikan pemerintah seperti yang diceritakan di Facebook. Malahan sudah terlalu banyak bantuan yang diberi pemerintah, pihak gereja, lembaga sosial.
“Pasangan suami istri ini memang bisa dibilang malas. Memang mereka hidup miskin tetapi Johanis ini sudah terlena dengan bantuan-bantuan yang diberikan masyarakat. Sedangkan sang istri ada keterbelakangan mental,” terang Julin Paat. Senin (25/09/2017) siang.
Julien yang juga merupakan Kader Kesehatan ini menuturkan keluarga ini secara rutin dibawakan asupan gizi tambahan seperti susu dan biskuit. Begitu pun dengan pemberian kontrasepsi kepada sang ibu.
“Saya mengistilahkan masih lebih baik miskin tapi waras, daripada keluarga ini yang memang hidup miskin dan juga tak waras,” ucap Julien prihatin.
Begitu pun dengan bantuan dan perhatian dari tetangga sekitaran. Bisa dibilang keluarga ini sudah selalu merepotkan lingkungan sekitar mereka. Namun karena alasan kemanusiaan, masyarakat sekitar termasuk Julien dan sang suami sudah terbiasa membantu dan meladeni Johanis dan ketiga keluarganya ini. Mereka sudah paham dengan cara berpikir Johanis dan istrinya yang bisa dibilang aneh tapi nyata.
“Jika kami memperbaiki tempat tinggal mereka, tak berselang lama bambu yang dijadikan bahan bangunan sudah dicabut dan dijadikan kayu bakar. Bukan cuma sekali warga merenovasi tempat tinggal mereka. Memang keluarga ini cara berpikir mereka tidak normal seperti warga kebanyakan. Jadi walau dibantu terus menerus, cara hidup mereka memang seperti itu. Banyak juga bantuan baju baru maupun bekas, namun hanya ditumpuk begitu saja di samping tempat tinggal mereka,” ucap Julien lirih.
Ada hal memiriskan yang diceritakan Julien yang didampingi suaminya saat menuturkan prilaku suami istri ini. “Sang istri memang diketahui memiliki keterbelakangan mental. Pernah suatu kali saya mendapati ia hampir memberi makan anaknya yang masih bayi kala itu dengan sabun cuci. Pernah juga salah satu anak mereka ditemukan warga tercebur di bak penampungan air, sementara Johanis hanya duduk santai sambil mengerjakan pekerjaan yang bisa dibilang tak berguna,” tutur wanita paruh baya ini.
Ia pun mengusulkan kepada pemerintah dalam hal ini Dinas Sosial untuk melakukan pengawasan, utamnya kepada kedua anak laki-lakinya yang berusia 6 dan 8 tahun.Diketahui anak perempuan mereka yang kira-kira berusia 11 tahun sudah diambil alih Dinas Sosial dan diasuhkan Panti Asuhan Nazaret karena pernah menjadi korban perkosaan karena tak ada pengawasan dari kedua orang tuanya yang berpikir lambat dan masa bodoh.
Itulah kemudian yang juga menjadi keprihatinan pemerintah setempat. “Keluarga ini sudah kami berikan semua bantuan Jaminan pengaman sosial. Kami pun sudah pro aktif dengan jemput bola. Kami datangi langsung keluarga ini. Namun memang cara pikir dan pola hidup yang malas dan tak maju seperti warga lainnya. Namun jika kami terlantarkan, dianggap pemerintah tak peduli. Ini yang harus publik tahu. Bukan seperti yang diposting di Facebook,” jelas Lurah Kakaskasen Satu, Ricky Supit.
Namun inilah kenyataan hidup warganya yang harus dihadapi Lurah Supit. Dirinya mau tak mau harus sabar dan terus memberi motivasi agar Johanis bisa bekerja semampunya untuk menghidupi keluarganya sehingga tak terus berharap bantuan dari pihak lain sehingga dirinya terbiasa hidup malas dan mengiba.“Kami tak lepas tangan. Kami terus mengawasi kehidupan keluarga ini,” ujar Supit. (denny)